
Reseni Bagai Hati Diiris Sembilu
Judul Novel |
: Dua Babak Luka, Senin 15 April 1996 |
Penulis | : D. Ipung Kusmawi |
Edisi 1 | : Juli 2020 |
Gambar Sampul | : N. Wijaya Said |
Penyuntinng dan Penata Letak Isi | : Tim Tsaqiva Publishing |
ISBN |
: 978-623-7767-35-0 |
Dua Babak Luka, Senin 15 April 1996 adalah novel dialog karya D. Ipung Kusmawi. Sebelumnya, telah terbit kumpulan cerpen ‘Empat Wajah Perempuan’ (2018), buku ‘Mengenal Sejarah Deama (2018), buku kumpulan esai ‘Sastra dan Telaahnya’ (2019), dan beberapa buku pelajaran Bahasa Indonesia.
Seorang pencinta dan aktivis seni sekaligus juga guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Beber. Kiprahnya di dunia seni peran di Teater SADO Kuningan tak diragukan lagi, mulai dari aktor sampai sutradara pernah ia lakoni. Kecintaannya terhadap dunia seni peran sepertinya mempengaruhi novel ‘Dua Babak Luka, Senin 15 April 1996’ ini karena gaya penyampainan novel DBL ini menggunakan dialog yang merupakan ciri khas dari karya sastra drama.
DBL berkisah tentang remaja putih abu di era 90-an yang mengalami luka hati karena cinta. Yolanda Rosi yang putus cinta dengan Tian dan menceritakannya kepada Vian Kusuma. Dalam kegamangannya Yos dihibur Vian. Sampai akhirnya Vian jatuh cinta. Namun, Yos masih belum bisa membuka hatinya lagi kepada laki-laki. Dengan sabar Vian menunggu hati Yos terbuka untuknya.
Sebagai pembaca yang masa-masa putih abunya di Kuningan. Latar Kuningan era 90-an disinggung Ipung. Tempat-tempat primadona remaja pada masa itu ada di DBL. Bioskop Plaza dan Bioskop Ayu (Kuning Ayu) sebagai tempat nongkrong anak-anak gaul dan hiburan. Informasi film yang sedang tayang melalui iklan di radio dan pengeras suara dari mobil kolbak berkeliling di jalan raya sambil melemparkan poster atau selebaran film.
“ Maklum dilemparin dari kolbak, kayaknya udah keinjek-injek orang.”
“ Rajin amat mungutin poster film” (hal. 41)
Sanggar Riang yang merupakan kolam renang di pusat kota yang menjadi referensi untuk olahraga renang oleh hampir semua sekolah di Kabupaten Kuningan. “Kelas satu kan kita sekelas, berenang bareng di Sanggar Riang”. (hal 82).
Toko rental video dekat Plaza di hal 119 (Toko Martina).
Lapangan Puragaya di Ciawi yang biasa dijadikan tempat konser musik untuk hiburan masyarakat. (hal.48)
Penggunaan bahasa yang mudah dipahami dalam pecakapan Yos dengan Vian atau Vian dengan Kocad, sahabat dan anggota gank POPOYE yang santun, santai tapi tekun. Dialog yang disisipi bahasa Sunda, bahasa Ingris, dan lirik lagu era 90-an.
Kata-Kata bahasa Sunda yang digunakan dalam DBL diantaranya beuh, mah, kudu, pisan, mani, nyungsep, sugan, euy, atuh, keukeuh, dan meureun.
“Hahahaaa, jangan ngekhayal deh, nanti nyungsep!” (hal. 11)
“Ya elah, kamu nggak ngaji sugan?” (hal.14)
“Beuh, ikutan keluar juga ceramahnya nih, heehheh.” (hal.14)
“Aku kudu sedih apa seneng?” (hal.96)
BDL bercerita tentang dunia remaja, tentu saja semarak dengan penggunaan bahasa gaul. Bahasa gaul era 90-an yang sebagain tidak digunakan lagi oleh remaja milineal. Seperti, tak uu ya (tak usah ya), gak uu ya (gak usah ya) keki, bokin (pacar), au ah gelap (tidak tahu ah), au deh (tahu deh), polkis (polisi), ce iye, nih ye, nyemok (merokok), KKEB (karena ku tahu engkau begitu), dan TT (telah terbiasa). Bahasa gaul yang masih digunakan sampai sekarang diantaranya ogah, ge er, kece, gibeng, cembokur, meneketehe, dan sohib.
Selain penggunaan bahasa gaul yang semarak juga lagu-lagu hits era 90-an mulai dari dangdut, pop, lagu berbahasa Inggris, penyanyi dan grup band. Ipung menyisipkannya dalam dialog-dialog khas Yo, Via, dan Cad. Sosok Vian sebagai siswa kelas dua SMU, penerima beasiswa, bantara, ketua NAFC (Nike Ardila Fun Club), tertarik pada film, dan piaway memainkan gitar tentu saja menguasai banyak lagu. Lagu Gerimis Mengundang dari Slam adalah lagu favorit Vian. Jika sudah menyanyikan lagu ini pasti menangis.
“Yaah malah mewek. Gue bilang juga apa, kebiasaan Lu mah kalau nyanyi lagu ini, pasti ujung-ujungnya mewek.” (hal. 114).
Secara tersurat lagu ini bercerita kisah cinta yang tak disangka tiba-tiba diakhiri oleh satu pihak. Pihak yang ditinggalkan merasa sangat yakin pada pasangannya. Namun ternyata salah. Meski mati-matian mempertahankan cintanya yang tulus tetap saja kekasihnya pergi meninggalkan. Kini, dirinyalah yang menanggung kepedihan mendalam dan terhina.
Hal itu cocok dengan Vian yang meratap-ratap agar bisa jadian dengan Yolanda yang belum bisa melupakan Tian, mantannya. Belum lagi bisa membuka hati untuk Vian, Yolanda dijodohkan bapaknya dengan Candra, adik Pa Jatu guru bahasa Inggris. Meski telah ada kesepakatan antara Yo dan Vi. Yo siap menjadi pacar bagi Vi hanya di sekolah karena Yo tak ingin menyakiti Vi. Di luar sekolah Yo milik bapaknya, artinya Yo direstui hubungannya dengan Candra. Vi bersedia karena itu yang dari dulu Vi harapkan jadian dengan Yo meski tak tahu harus sedih atau senang. Kalau menurut Cad itu telah melukai harga diri laki-laki yang mau diselingkuhi. Cad sendiri lebih ektrim ketika cintanya ditolak Eva. Ia menyanyat tangannya dengan silet menorehkan nama Eva.
Bagi pembaca yang kurang mengenal lagu-lagu era 80-an dan 90-an sepertinya akan sedikit kesulitan mencerna. Pembaca harus mencari dulu informasi tentang lagu-lagu tersebut. Ipung sangat mengenal perkembangan musik saat itu dan penguasan tentang lagu, terutama lagu yang dinyanyikan Nike Ardila, penyanyi papan atas pada masanya.
Ipung memberi kode perpisahan Yo dan Vi di halaman 30-31, Vi memberikan cincin sebagai oleh-oleh tour Jogjakarta. Cincin yang tulisannya Lo dipakai Yo dan tulisan Ve untuk Vi. “Siapa tahu nanti kita terpisah, jadi kita bisa saling cari buat nyatuin lagi.” Halaman 79 Yo bermimpi meninggalkan Vi. Halaman 88 perkataan Yo dalam majas eufemisme “Kebanyakan rehatnya juga kurang bagus. Garis finish bisa keburu terkikis pembalap lain.”
Penggunaan majas dalam rayuan yang mengalir juga banyak digunakan Ipung. Seperti majas personifikasi Aku takut tawamu mengundang kumbang dan memikat hati mereka. Wah sayang dong, kalo senyum semanis itu dilewatin begitu ajah. Yang penting aku enggak pernah bolos meridukanmu.
Berbeda dengan novel yang biasa kita baca dalam menyampaikan alurnya menggabungkan percakapan dengan diri sendiri atau antartokoh dengan penjelasan pengarang. Dalam DBL tidak akan ditemukan penjelasan pengarang, jalan cerita novel ini dari awal sampai akkhir menggunakan percakapan dua tokoh utama Vian da Yo. Betul, seperti penceritaan dalam naskah drama. Namun pembaca tidak merasa membaca naskah drama karena tidak ada penulisan tokoh yang sedang bicara dan kramanggung, yaitu sikap tubuh yang harus dilakukan oleh tokoh. Sebagai contoh, Devi :”Apa yang akan kau lakukan jika kamu mengalami seperti aku, yang ditinggal pergi sosok ayah saat kita sangat membutuhkannya?” (dengan mata berkaca-kaca menceritakan kepada Ari).
Bagi anda yang masa putih abunya di Kunjingan era 90-an layak membaca DBL sambil tersenyum. Meski harus membuka memori kembali pengalaman dan pengetahuan masa itu.
(Teti Yuniawati, S.Pd., 2020)
Terima kasih berat ulasannya, salam manis tak akan habis buat para penggemar hehehee